MAKASSAR, ERAINSPIRASI.COM – Setelah 17 tahun sejak disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen, pelaksanaannya hingga kini masih tersendat. Penyebab utamanya adalah belum diterbitkannya Peraturan Wali Kota (Perwali) sebagai aturan teknis pelaksana.
Kondisi ini menjadi perhatian serius Anggota DPRD Kota Makassar, H. Meinsani Kecca, yang mendesak Pemerintah Kota agar segera mengesahkan Perwali sebagai bentuk komitmen dalam penanganan persoalan sosial tersebut.
”Setelah kami sosialisasikan ke masyarakat, Alhamdulillah responsnya sangat positif. Rekan-rekan di DPRD juga turut membantu menyebarkan informasi ini. Saya kira aturan yang sudah 17 tahun berjalan tentu perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Revisi pasti diperlukan, namun intinya sudah terangkum. Sayangnya, Perwali-nya sampai saat ini belum terbit,” tegas Meinsani.
Legislator dari Fraksi PPP ini menilai keberadaan Perda ini sangat penting sebagai landasan pembinaan dan perlindungan sosial bagi anak jalanan dan kelompok marjinal lainnya agar tidak meresahkan masyarakat maupun mengganggu ketertiban lalu lintas.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran publik, Meinsani Kecca juga menggelar kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) Nomor 2 Tahun 2008 di Hotel Harper Perintis, Makassar. Acara ini turut dihadiri berbagai elemen masyarakat dari Dapil III DPRD Makassar.
”Kami berharap Perda ini bisa mendorong peningkatan kesejahteraan anak jalanan dan gelandangan melalui pembinaan sosial, pelatihan keterampilan, hingga pemberdayaan ekonomi,” harap Meinsani, yang juga anggota Komisi D DPRD Makassar.
Ia menekankan bahwa Perda ini merupakan instrumen perlindungan sosial yang mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia, baik secara nasional maupun internasional.
Sosialisasi ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Kepala Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Dinas Sosial Makassar, Masri Tajuddin, serta aktivis pemberdayaan masyarakat, H. Sampara Sarif.
Masri menjelaskan bahwa fenomena anak jalanan dan pengemis tidak hanya berdampak pada ketertiban umum, tetapi juga memicu berbagai persoalan sosial lain seperti eksploitasi anak, perdagangan manusia, hingga peningkatan kriminalitas di wilayah perkotaan.
”Data kami menunjukkan faktor utama munculnya gelandangan dan pengemis adalah kemiskinan struktural, kurangnya akses pendidikan, dan minimnya keterampilan kerja. Ditambah lagi arus migrasi urban dari desa ke kota, banyak yang akhirnya hidup dalam kondisi rentan,” terang Masri.
Ia juga mengingatkan bahwa Perda ini memiliki pendekatan terpadu mulai dari pencegahan, pembinaan, hingga rehabilitasi sosial, termasuk pemberian sanksi bagi pelanggar, baik bagi pengemis ilegal maupun masyarakat yang memberi uang secara sembarangan di jalanan.
Sementara itu, H. Sampara Sarif mengajak warga Makassar untuk aktif mendukung penerapan perda ini.
”Masyarakat bisa mendukung dengan tidak memberi uang di jalanan. Salurkan bantuan melalui lembaga sosial resmi, laporkan praktik eksploitasi, dan bantu edukasi keluarga yang berisiko jatuh dalam kehidupan jalanan,” pesannya.
Dengan diterbitkannya Perwali sebagai aturan turunan, diharapkan perda ini tidak lagi menjadi regulasi mandek, tapi bisa dijalankan maksimal demi kehidupan sosial kota yang lebih tertib dan manusiawi.(*)