MAKASSAR, ERAINSPARASI — Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Penyelenggaraan Kearsipan DPRD Kota Makassar menegaskan urgensi penataan sistem arsip di lingkup Pemerintah Kota dan bangunan kantor Kearsipan.
Dalam rapat pembahasan naskah akademik Ranperda Kearsipan yang digelar di Ruang Banggar DPRD Makassar, Selasa (17/6). Para anggota dewan menyoroti ketiadaan depo arsip permanen dan lemahnya sistem digitalisasi kearsipan di kota ini.
Wakil Ketua Pansus, Rahmat Taqwa Qurais, menekankan pentingnya depo arsip representatif yang dapat menampung seluruh dokumen penting pemerintahan secara terpusat dan profesional.
”Makassar butuh depo arsip yang permanen, seperti yang ada di Yogyakarta atau Surabaya. Sekarang ini, penyimpanan arsip kita berpindah-pindah dan tidak jelas tempatnya. Kita dorong agar Ranperda ini tidak hanya dibahas, tapi benar-benar dijalankan di lapangan,” ujarnya.
Lanjut Legislator Fraksi PPP Makassar berharap peraturan ini tidak hanya menjadi dokumen formal, tapi betul-betul menjadi dasar hukum dalam pengelolaan arsip daerah yang akuntabel dan transparan.
Senada, Anggota Komisi A DPRD Makassar Tri Zulkarnain dari Fraksi Mulia menyoroti rendahnya anggaran untuk Dinas Kearsipan yang hanya sebesar Rp6 miliar. Menurutnya, perlu disiapkan perencanaan dalam perubahan APBD 2025 dan eksekusi pembangunannya pada 2026.
”Perlu verifikasi lokasi yang layak dijadikan depo arsip. Jika memungkinkan, kita gunakan aset milik pemkot yang tidak terpakai. Jangan sampai seperti 16 kantor lurah yang bertahun-tahun tidak punya tempat, tapi akhirnya bisa dianggarkan,” ucapnya.
Ia juga mengusulkan agar kantor arsip ke depan bisa multifungsi sebagai pusat edukasi dan wisata sejarah, sebagaimana diterapkan di kota lain. “Di Jogja, kantor arsipnya sudah jadi tempat edukatif dan dikunjungi pelajar. Kita bisa contoh itu. Arsip harus menjadi ruang belajar sejarah, bukan hanya tempat simpan dokumen,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Pansus, Hartono, menyoroti pentingnya kearsipan dalam mendukung sistem pemerintahan digital. “Arsip itu bukan hanya surat masuk dan keluar, Ia mencatat seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan. Tanpa pengelolaan arsip yang baik, akuntabilitas pemerintahan bisa lemah,” jelasnya.
Menurutnya, sebelum studi banding dilakukan ke daerah lain, pendalaman internal sangat penting agar pelaksanaan Perda benar-benar relevan dan kontekstual.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Kearsipan Dinas Kearsipan Kota Makassar, Nadjmah Emma, SH., M.Si., mengakui bahwa Makassar belum memiliki depo arsip tetap meski sudah berpindah-pindah lokasi penyimpanan. Ia mengungkapkan bahwa anggaran dari Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp35 Miliar sebenarnya telah disiapkan untuk pembangunan depo arsip, bukan untuk kantor dinas.
”Memang kita belum punya depo arsip permanen. Tapi kita sudah siapkan arah ke sana, dan terus mendorong penguatan digitalisasi kearsipan. Ini bukan berarti kita tinggalkan arsip fisik, melainkan keduanya harus dikombinasikan,” ujarnya.
Nadjmah menambahkan, proses digitalisasi juga harus dilengkapi dengan regulasi yang kuat agar tidak menimbulkan kebocoran informasi. “Perda ini harus mengatur juga mana arsip yang bisa diakses publik dan mana yang terbatas. Sistemnya harus aman tapi tetap terbuka bagi keperluan informasi publik yang sah,” jelasnya.
Ia berharap Ranperda Kearsipan ini bisa menjadi payung hukum lengkap untuk mengelola arsip secara profesional dari tahap penciptaan, penyimpanan, hingga pemusnahan dokumen.
Dewan Dorong Depo Arsip Permanen, Tegaskan Pentingnya Perda Kearsipan
