ERAINSPIRASI, MAKASSAR – Dua daerah di Sulawesi Selatan yakni Kabupaten Jeneponto dan Kota Palopo, saat ini masih berhadapan dengan sidang pembuktian sengketa hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Adapun jika Majelis Hakim mengabulkan gugatan para Pemohon, kemungkinan besar akan terjadi Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Pelaksanaan PSU ini tentu akan menimbulkan bermacam pertanyaan, mulai dari anggaran yang digunakan, badan adhoc yang menyelenggarakan, dan juga logistik yang akan dipakai.
Pengamat Pemiluan dan Demokrasi, Endang Sari menjelaskan bahwa PSU apabila menjadi perintah MK maka wajib dilakukan oleh KPU tanpa alasan apapun.
Sebab, menurut dia, PSU merupakan jalan terakhir untuk memurnikan suara pemilih yang sebelumnya dicurigai diwarnai kecurangan.
“Kalau misalnya nanti putusan MK memerintahkan PSU, tentu saja harus butuh persiapan yang ekstra dari penyelenggara,” ujarnya, Kamis (20/2/2025).
Akademisi Unhas itu menjelaskan, akan ada banyak hal yang menjadi rumit untuk dilaksanakan karena, tentu harus ada perekrutan (adhoc) ulang karena masa kerjanya tentu sudah berakhir.
Mantan Komisioner KPU Makassar ini melanjutkan, jika terjadi PSU maka konstalasi politik di daerah juga akan menjadi semakin cair dan susah diprediksi. Kendati demikian, semua itu tak dapat dijadikan dalih untuk tak melaksanakan PSU sesuai perintah MK.
“PSU adalah mekanisme yang akan ditempuh lembaga peradilan untuk memerintahkan itu, dan harus dilaksanakan oleh KPU sebagai mekanisme terakhir untuk memurnikan suara,” jelasnya.
“Karena ketika suara tercemar dalam rekapitulasi, maka usaha terakhirnya adalah dengan PSU,” tambah Endang.
Menurut Endang, PSU memang harus dilakukan untuk menegakkan integritas penyelenggara Pemilu. Di mana salah satu tugas dari penyelenggara Pemilu, kata dia, memang untuk menjaga suara pemilih agar tetap murni.
Meskipun akan rumit, dia tetap menekankan bahwa seandainya MK memerintahkan untuk PSU, maka KPU tetap harus melaksanakannya dengan profesional.
“Kita tahu kerumitan yang akan terjadi misalnya untuk kasus Palopo, 3 komisionernya kan sudah diberhentikan,” tuturnya.
Lanjut dia, ketika PAW-nya sudah ada dan proses peralihannya sementara terjadi, lalu akan ada PSU, itu pasti akan sangat rumit karena perlu adaptasi situasi.
“Tugasnya penyelenggara itu hanya 3, melayani pemilih menggunakan hak pilihnya, menjamin perlakuan yang sama bagi semua peserta Pemilu, dan menjaga kemurnian suara,” imbuhnya.
Begitu pula dari sisi anggaran, KPU wajib untuk memenuhi anggaran PSU jika menjadi perintah MK. Menurut dia, tak ada dalih bagi penyelenggara maupun pemerintah daerah untuk tidak melakukan PSU dengan alasan keterbatasan anggaran.
Sebab, sekali lagi dia menekankan, ini berkaitan dengan citra integritas Pemilu yang dipertaruhkan di mata masyarakat. Memurnikan suara rakyat itu adalah kewajiban tertinggi.
“Kita bisa melihat pada kasus Pilkada Makassar 2018, di mana pada saat itu anggaran dana hibah sudah digelontorkan dan dipakai, tapi kemudian tidak ada pemenang karena dimenangkan kolom kosong, harus ada anggaran lagi untuk Pilkada kembali,” bebernya.
