Erainspirasi.com- Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) memaparkan sistem pemilu dengan proporsional terbuka dan tertutup. Kalau sistemnya tertutup, maka yang menentukan nomor urut, baik nomor 1, nomor 2, atau nomor terakhir, adalah partai.
Apalagi kini, ia tidak menampik soal maraknya uang yang beredar dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
“Pemilih kita perlu dikembalikan kepada sistem pemilu yang baik. Karena masyarakat juga mulai menikmati, katakanlah amplop-amplop para calon,” ungkapnya usai menghadiri Dies Natalis ke 25 Universitas Paramadina di Kampus Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2022).
Lebih jauh, JK juga menanggapi soal biaya para calon yang kadang membutuhkan biaya yang besar. Menurut JK, biaya tersebut tentu saja ada. Tapi JK juga menilai, jika calon tersebut mempunyai pengabdian di masyarakat sebelumnya, maka calon tersebut akan mengeluarkan biaya yang relatif sedikit.
“Apalagi di sistem dapil kan. Jika orang itu mengabdi didapilnya jauh-jauh hari sebelumnya maka dia tidak perlu uang banyak. Uang juga kadang disebabkan oleh persaingan internal. Makanya saya istilahkan jeruk makan jeruk,” ujarnya.
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut menilai pentingnya mengembalikan pada sistem pemilu yang lebih baik. Hal tersebut disampaikan di tengah polemik wacana sistem proporsional terbuka dan tertutup.
“Kalau dulu itu sering dikatakan itu nomor kopiah dan nomor sepatu,” katanya.
Sedangkan sistem proporsional terbuka maka yang menentukan sesorang lolos menjadi anggota dewan adalah pemilih. Sistem terbuka, lanjut JK, juga membuat para calon ikut berkampanye. Sedangkan kalau tertutup, yang berkampanye adalah partai.
“Jika tertutup, maka calon tidak ikut turun. Misalnya calon yang menempati nomor urut 1 atau 2, bisa saja tidak turun (kampanye). Karena sudah pasti terpilih. Jadi biasanya tidak ada kegiatannya si calon itu,” tuturnya. (Ad)